Tanggal 29 Mei, sekitar lima tahun yang lalu terjadi semburan lumpur di ladang eksplorasi PT Lapindo Brantas, di Desa Renokenongo, Kecamatan Porong, Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur. Lumpur menyembur dari sumur pengeboran Lapindo Brantas. Bencana ini menyebabkan genangan lumpur yang mencapai luas 800 hektar, sehingga menenggelamkan 16 Desa. Belasan keluarga korban lumpur lapindo di Desa Gempolsari, Tanggulangin, Sidoarjo, kecewa terhadap pemerintah. Kekecewaan ini, dikarenakan belum diberikannya ganti rugi atas tempat tinggal para korban yang terkena semburan lumpur lapindo.
Mereka menilai kebijakan pemerintah tersebut pilih kasih dan tidak adil. Mereka meminta pemerintah melihat apakah hak ganti rugi warga korban lumpur lapindo yang lama sudah diselesaikan semua. Mereka juga meminta pemerintah untuk menekan pemilik perusahaan agar melunasi hak mereka. Warga kecewa dan menilai Presiden Susilo Bambang Yudhoyono kurang tegas dalam menangani persoalan lumpur lapindo.
Berbagai macam alasan pun, dikeluarkan oleh pemilik PT. Lapindo Brantas terkait bencana semburan lumpur tersebut. Pihak peerusahan, mengklaim bahwa peristiwa itu terjadi diakibatkan karena guncangan gempa yang terjadi di Yogyakarta pada tanggal 27 Mei. Sehingga proses ganti rugi berjalan lamban bahkan tidak bergerak. Terhitung sejak tahun 2006 hingga saat ini, para korban lapindo terus melakukan aksi penuntutan hak atas tempat tinggal mereka. Namun, aksi tersebut sia-sia. Suara mereka, hingga saat ini tidak didengar oleh perusahaan. Oleh karenanya, warga korban lapindo ini menyalahkan kinerja pemerintah yang dinilai oleh mereka lamban dalam mengambil keputusan.
Menanggapi permasalahan dan opini negative dari para korban lapindo, pemerintah akhirnya mengeluarkan Keppres tentang pembentukan Tim Nasional Penanggulangan Semburan Lumpur di Sidoarjo pada bulan November 2006. Dalam kebijakan tersebut, pemerintah memerintahkan pemilik lapindo agar membiayai para tim yang bekerja menyelesaikan semburan lumpur. Namun, pada bulan april 2007, pemerintah membuat Keppres baru. Presiden membentuk sebuah badan baru yang disebut Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo (BPLS). Presiden juga mengeluarkan Peraturan Presiden No.14 tahun 2007 yang memaksa Lapindo untuk membayar kompensasi kepada penduduk desa di zona bencana. Juni 2008 pemerintah mengeluarkan Peraturan Presiden No.48 tahun 2008 yang meliputi tiga desa tambahan di zona terkena bencana. Namun kompensasi ganti rugi kali ini dibayar oleh APBN.
Namun, apakah kebijakan yang dibuat oleh pemerintah berjalan sesuai dengan keputusannya ?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar